MAKALAH
KESEHATAN
INDUSTRI
Konsep
Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja
Tugas
ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Industri
yang
diampu oleh Supardi, SE., M. Kes
Disusun
Oleh:
1.
Arizal Fahmi Febrino (II.10.3001)
2.
Junita Era R. (II.10.3011)
3.
Miftakhul Jannah (II.10.3015)
4.
Muhammad Iqbal Lutfi (II.10.3017)
5.
Satrya Adi Cahyono (II.10.3028)
6.
Sisilia Wisye Inggar Kumala Devi (II.10.3031)
Kelas III A
Kelompok 4
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih pelimpah cinta, Yang Maha Penyayang
yang terbilang, pencurah rahmat dan karunia. Dialah Maha Tinggi dan Maha Besar.
Shalawat dan salam selalu terlimpah pada manusia pilihan illahi yaitu
Rasulullah SAW, para sahabatnya dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah
dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah mengenai Konsep Pengendalian Bahaya di Tempat Kerja,
makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Kesehatan Industri.
Penyusun
Menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak kami
harapkan. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi para
pembaca.
Kudus, 27 Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini limbah merupakan masalah
yang cukup serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang
dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat
untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun
memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang
dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang di hasilkan
dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis
limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan
lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat
yang membahayakan lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar
dalam suhu diatas 800 derajat celcius.
Ada beberapa hasil survei yang
menunjukkan jenis limbah kesehatan yang biasa di hasilkan. Dari beberapa survei
tersebut dirangkum dan menunjukkan bahwa limbah layanan kesehatan yang
dihasilkan berbeda bukan saja antar negara tetapi juga dalam satu negara.
Limbah yang dihasilkan bergantung pada banyak faktor. Misalnya metode manajemen
limbah yang berlaku, jenis institusi layanan kesehatan, spesialisasi rumah sakit, jumlah item yang
dapat digunakan kembali yang dipakai rumah sakit, dan jumlah pasien rawat
jalan. Akan tetapi, akan lebih baik jika ada data tersebut hanya dipandang
sebagai contoh dan tidak digunakan sebagai landasan untuk mengelola limbah di
dalam sebuah institusi layanan kesehatan. Data mengenai limbah setempat yang
didapat dari sebuah survei mungkin akan lebih reliabel dibandingkan
perkiraan yang didasarkan pada data negara lain atau jenis insitusi yang
berbeda.
Di negara yang berpendapatan rendah atau menengah, limbah
layanan kesehatan yang dihasilkan biasanya lebih sedikit dari pada di negara
berpendapatan tinggi. Namun, rentang perbedaan antara negara berpendapatan
menengah mungkin sama besarnya dengan rentang perbedan di antara negara –
negara berpendapatan tinggi, juga di antara negara berpendapatan rendah.
B.
TUJUAN
I.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang konsep pengendalian bahaya di tempat kerja
II.
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pengertian biohazard
2.
Untuk mengetahui landasan hukum penanganan biohazard
3.
Untuk mengetahui kebijakan dan langkah-langkah institusi dalam
penanganan biohazard
4.
Untuk mengetahui manajemen biohazard di keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Biohazard
Biohazard(Biological
hazards), mengacu pada bahan biologis yang menimbulkan ancaman bagi
kesehatan organisme hidup, terutama yang dari manusia. Hal ini dapat mencakup
limbah medis atau sampel virus, mikroorganisme atau racun (dari sumber
biologis) yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini juga dapat
mencakup zat berbahaya bagi hewan. Istilah dan simbol yang terkait umumnya
digunakan sebagai peringatan, sehingga mereka yang berpotensi terkena zat-zat
akan tahu untuk mengambil tindakan pencegahan. Simbol Biohazard dikembangkan
oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966 untuk produk penahanan mereka.
Hal
ini digunakan dalam pelabelan bahan biologis yang membawa resiko kesehatan yang
signifikan, termasuk sampel virus dan jarum suntik yang digunakan.
1. Klasifikasi
a. Kategori
A, PBB 2814
zat Infeksi yang mempengaruhi
manusia dan hewan: Sebuah substansi menular dalam bentuk yang mampu menyebabkan
cacat permanen atau penyakit yang mengancam jiwa atau fatal pada manusia yang
sehat atau hewan ketika paparan itu terjadi.
b. Kategori
B, PBB 2900
zat Infeksi satunya hewan yang
mempengaruhi: Suatu substansi menular yang tidak dalam bentuk umumnya mampu
menyebabkan cacat permanen dari penyakit yang mengancam kehidupan atau fatal
pada manusia yang sehat dan hewan saat paparan sendiri terjadi.
c. Kategori
B, UN 3373
Biologi substansi diangkut untuk
tujuan diagnostik atau investigasi.
d. Diatur
Limbah Medis, PBB 3291
Limbah atau bahan dapat digunakan
kembali yang berasal dari pengobatan medis dari hewan atau manusia, atau dari
penelitian biomedis, yang meliputi produksi dan pengujian produk-produk
biologi.
2. Tingkat
Biohazard
Pusat Amerika Serikat 'untuk
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengkategorikan berbagai penyakit
dalam tingkat Biohazard, Lantai 1 adalah risiko minimal dan 4 Tingkat resiko
yang ekstrim. Laboratorium dan fasilitas lainnya yang dikategorikan sebagai BSL
(Biosafety Level) 1-4 atau sebagai P1 melalui P4 untuk pendek (patogen atau
Tingkat Perlindungan).
a. Tingkat
Biohazard 1:
Bakteri dan virus termasuk Bacillus
subtilis, hepatitis anjing, Escherichia coli, varisela (cacar air), serta
beberapa kultur sel dan non-menular bakteri. Pada tingkat ini tindakan
pencegahan terhadap bahan biohazardous dalam pertanyaan yang minimal, sarung
tangan yang melibatkan paling mungkin dan semacam perlindungan wajah. Biasanya,
bahan yang terkontaminasi yang tersisa di terbuka (tetapi secara terpisah
menunjukkan) wadah limbah. Dekontaminasi prosedur untuk tingkat ini adalah
serupa dalam banyak hal untuk pencegahan modern melawan virus sehari-hari
(yaitu: mencuci tangan dengan sabun anti-bakteri, mencuci semua permukaan yang terbuka
dari laboratorium dengan desinfektan, dll). Dalam sebuah lingkungan
laboratorium, semua bahan yang digunakan untuk kultur sel dan / atau bakteri
yang didekontaminasi melalui autoklaf.
b. Tingkat
Biohazard 2:
Bakteri dan virus yang menyebabkan
penyakit ringan hanya untuk manusia, atau sulit untuk kontrak melalui aerosol
di lingkungan laboratorium, seperti hepatitis A, B, dan C, influenza A,
penyakit Lyme, salmonella, gondok, campak, scrapie, demam berdarah, dan HIV.
"Kerja diagnostik rutin dengan spesimen klinis dapat dilakukan dengan aman
di Level Biosafety 2, menggunakan Biosafety Level 2 praktik dan prosedur.
Penelitian kerja (termasuk co-budidaya, penelitian virus replikasi, atau
manipulasi yang melibatkan virus yang terkonsentrasi) dapat dilakukan dalam
BSL-2 (P2) fasilitas, menggunakan BSL-3 praktek dan prosedur kegiatan produksi.
Virus, termasuk konsentrasi virus, membutuhkan BSL-3 (P3) dan penggunaan
fasilitas BSL-3 praktek dan prosedur", lihat Direkomendasikan Tingkat
Keamanan Hayati untuk Agen Infeksi.
c. Tingkat
Biohazard 3:
Bakteri dan virus yang dapat
menyebabkan penyakit fatal yang parah pada manusia, tapi untuk yang vaksin atau
pengobatan lain ada, seperti anthrax, virus West Nile, ensefalitis kuda
Venezuela, virus SARS, TBC, tifus, demam Rift Valley, Rocky Mountain melihat
demam, demam kuning, dan malaria. Di antara parasit Plasmodium falciparum, yang
menyebabkan Malaria, dan Trypanosoma cruzi, yang menyebabkan trypanosomiasis,
juga datang di bawah level ini.
d. Tingkat
Biohazard 4: Virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit fatal parah pada
manusia, dan yang vaksin atau pengobatan lain tidak tersedia, seperti Bolivia
dan Argentina demam berdarah, demam berdarah dengue, virus Marburg, virus
Ebola, hantaviruses, demam Lassa , Krimea-Kongo dengue, dan penyakit hemoragik
lainnya. Virus variola (cacar) adalah agen yang bekerja dengan di BSL-4
meskipun keberadaan vaksin. Ketika berhadapan dengan bahaya biologis pada
tingkat ini menggunakan setelan HAZMAT dan suplai oksigen mandiri adalah wajib.
Pintu masuk dan keluar dari Tingkat Empat biolab akan berisi beberapa kamar
mandi, ruang vakum, ruang sinar ultraviolet, sistem deteksi otonom, dan
tindakan pencegahan keselamatan lainnya yang dirancang untuk menghancurkan
semua jejak Biohazard. Beberapa airlocks bekerja dan elektronik diamankan untuk
mencegah kedua pintu membuka pada waktu yang sama. Semua layanan udara dan air
akan ke dan datang dari Biosafety Level 4 (P4) laboratorium akan menjalani
prosedur dekontaminasi yang sama untuk menghilangkan kemungkinan rilis
disengaja.
3. Simbol
Simbol Biohazard dikembangkan oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966 untuk
produk penahanan mereka. Menurut Charles Baldwin, seorang insinyur
lingkungan-kesehatan yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan:.
"Kami menginginkan sesuatu yang mudah diingat tapi berarti, sehingga kita
bisa mendidik orang seperti apa artinya. " Dalam sebuah artikel di Science
pada 1967, simbol ini disajikan sebagai standar baru untuk semua bahaya
biologis ("biohazards"). Artikel ini menjelaskan bahwa lebih dari 40
simbol yang dibuat oleh seniman Dow, dan semua simbol diselidiki harus memenuhi
sejumlah kriteria: "dalam bentuk mencolok untuk menarik perhatian
segera, yang unik dan tidak ambigu dalam Agar tidak bingung dengan simbol
yang digunakan untuk keperluan lain, dengan cepat dikenali dan mudah diingat,
mudah diterima; mudah dicap, dan simetris,
B. Landasan
Hukum Penanganan Biohazard
PP
no.85/1999 ttg perubahan atas PP no.18/1999 ttg pengelolaan limbah berbahaya
dan beracun.
Kemudian
juga, Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 tentang penetapan warna kantong
dalam pengelolaan sampah medis, dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”.
Pemilahan
adalah proses pemisahan Limbah dari sumbernya, dalam PERMENKES
1204/MENKES/SK/X/2004 menjelaskan bahwa pemilahan jenis limbah medis padat
mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat
C. Kebijakan
dan Langkah-langkah Institusi Dalam Penanganan Biohazard
Upaya
pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan
kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di
lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan
Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit.
Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi
dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun
harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
lagi (Barlin, 1995).
Peranan
Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan
yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat
jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik
yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan
teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan
(Agustiani dkk, 1998).
Limbah
yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan
Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit
untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit
dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para
petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran
udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran
tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak
besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap
warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha
dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakit pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan
kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha
pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan.
Adapun
cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara
lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
a. Proses
pengelolaan limbah padat rumah sakit.
b. Proses
mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Pengelolaan
sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas
kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan.
1. Penimbunan
( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah
hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus
mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan
volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun
seperti baterai bekas, bekas toner, dan sebagainya), dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang
jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2. Penampungan
sampah
Ini merupakan wadah yang memiliki
sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah,
mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis
dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan
menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam
Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan
lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”.
3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua
yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
a. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara
berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
b. Pengangkutan
eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar
(off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat
dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi
peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus
kuat dan tidak bocor.
Beberapa
diantara sampah medis sangat mahal biaya penanganannya karena berupa bahan
kimia berbahaya, seperti obat-obatan yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas
kesehatan. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan
berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis
hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Sementara
sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti
sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya
secara kimia.
Metode
yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan
peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
a.
Incinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada suatu
tungku pembakaran.Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi
materi padat menjadi materi gas (gas buang), serta materi padatan yang sulit
terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash).
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada
kondisi uap jenuh °C) bersuhu 121°
c. Sterilisasi
dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
d. Desinfeksi
zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi
suhu tinggi
f. Radiasi
(dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g. Microwave
treatment
h. Grinding
dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i.
Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan
untuk mengurangi volume yang terbentuk
Limbah
cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri,
virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di
rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya
dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan
inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum ”dilempar”
menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu
yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan.
limbahnya dibuang.
Banyak
pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan pemerintah
tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini hanya
sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya.
Berikut adalah beberapa cara untuk menanggulangi sampah medis maupun sampah
benda tajam antara lain :
1. Penanganan
Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urin dan cairan tubuh
lainnya.
a. Gunakan
sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b. Hati-hati
pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang mengalir atau dalam toilet
bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam kakus. Hindari percikannya.
c. Cuci
toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk membersihkan
sisa-sisa sampah. Hindari percikannya.
d. Dekontaminasi
wadah specimen dengan larutan klorn 0,5 % atau disenfeksi local lainnya yang
adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci.
e. Cuci
tangan sesudah menangani sampah cair dan lakukan dekontaminasi, kemudian cuci
sarung tangan.
2. Penanganan
Sampah Medis Padat (Misalnya pembalut yang sudah digunakan dan benda-benda
lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organic lainnya.
a. Gunakan
sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b. Buang
sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak korosif
(plastic atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.
c. Kumpulkan
tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa sampah-sampah yang dapat
dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran tidak tersedia maka bisa
dilakukan penguburan saja.
d. Melakukan
pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum tersebar ke
lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk membunuh
mikroorganisme.
e. Cuci
tangan setelah menangani sampah tersebut dan dekontaminasi serta cuci sarung
tangan yang tadi dipakai saat membersihkan sampah tersebut.
3. Penanganan
Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan lain-lain)
a. Gunakan
sarung tangan tebal.
b. Buang
seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan pecah. Tempat
sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah dibuat menggunakan
karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang tebal. Botol bekas cairan
infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah yang tajam, tapi dengan resiko
pecah.
c. Letakkan
tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan sehingga
sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh sebelum dibuang.
d. Cegah
kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau mematahkan
jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi jika
dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.
Letakkan tutup pada permukaan yang
datar dank eras, kemudian pindahkan ke tangan. Kemudian dengan satu tangan,
pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk menyendok tutup tersebut. Jika
tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk merapatkan
tutup tersebut.
e. Jika
wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat dengan kuat.
f. Buang
wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum dan
benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan membakarnya dan
kemudian hari dapat menyebabkan luka dan mengakibatkan infeksi yang serius.
Pembakaran atau membakarnya dalam suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan,
sampah tersebut dikorek-korek dalam tempat sampah.
g. Cuci
tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut kemudian
dekontaminasi dan cuci tangan.
4. Membuang
Wadah Kimia yang Telah Digunakan
a. Cuci
wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan
benar-benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
b. Untuk
wadah-wadah plastic yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid, bilas
tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan pernah
menggunakan wadah tersebut untuk dipakai kembali setelah dibersihkan.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana
dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari
upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara
ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
· Tidak berbau
(terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
· Kadar
debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
· Angka
kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen
(khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang
perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen.
Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum
yang telah ditentukan.
· Rumah
sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau
lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan
untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh
penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal
dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa
keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik,
termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan
Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat
ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut
meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
·
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
·
Tebarkan limbah
klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
·
Tambahkan lapisan kapur.
·
Lapisan limbah yang ditimbun lapisan
kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan
tanah.
·
Akhirnya lubang tersebut harus
dituutup dengan tanah.
D. Manajemen
Biohazard di Keperawatan
Perawat
dan yang lainnya yang terlibat harus waspada terhadap bahaya potensial dari
bencana yang dihadapi. Jika dalam bencana tersebut perawat sebagai tenaga
kesehatan menjadi terluka, maka perawatan kepada korban tidak dapat lagi
diberikan. Untuk itu sebagai prioritas pertama untuk perlindungan yaitu pra
tenaga kesehatan. Karena dalam upaya keselamatan banyak sekali potensial bahaya
yang dapat terjadi yaitu, bahan-bahan kimia seperti gas beracun, radioaktif,
alat peledak sehingga tenaga kesehatan diharuskan memakai peralatan pelindung
yang sesuai. Ada namanya BIOHAZARD itu adalah peralatan perlindungan yang
dikenakan per orang, itu dapat digunakan dalam berbagai jenis bahan-bahan yang
di hadapi seperti tadi dijelaskan gas beracun, radio aktif, alat peledak, dll.
Tahap Perlindungan dari Pakaian
Biohazard
1. Level
A : tahan terhadap semua jenis bahan kimia dan zat radio aktif, biologis dan
dapat digunakan dalam situasi manapun.
2. Level
B : memiliki tutup kepala seperti penutup saji namun tidak melindungi orang
sepenuhnya. Namun tahan terhadap bahan kimia. Terdapat tempat undara
tersendiri.
3. Level
C : memiliki tudung tapi tidak dapat melindungi orang sepenuhnya. Tingkat ini
lebih kurang dari tingkat B karena kurang tahan terhadap tembusan bahan kimia.
Dilengkapi dengan alat pernapasan yang dapat menyaring bahan kimia, radioaktif
dan biologis.
4. Level
D : digunakan ketika tidak ada bahan kimia atau agen yang dapat mempengaruhi
system pernapasan atau menembus kulit.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Biohazard(Biological hazards),
mengacu pada bahan biologis yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan organisme
hidup, terutama yang dari manusia. Hal ini dapat mencakup limbah medis atau
sampel virus, mikroorganisme atau racun (dari sumber biologis) yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini juga dapat mencakup zat berbahaya bagi
hewan. Istilah dan simbol yang terkait umumnya digunakan sebagai peringatan,
sehingga mereka yang berpotensi terkena zat-zat akan tahu untuk mengambil
tindakan pencegahan.
Landasan hukum penanganan biohazard
adalah terdapat dalam PP no.85/1999 ttg perubahan atas PP no.18/1999 ttg
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun. Kemudian juga, Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 tentang penetapan warna kantong dalam pengelolaan sampah
medis, dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah
infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah
radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”.
Pengelolaan sampah medis akan
memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas
kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M.,
2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006.
Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006,
Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok
Nainggolan, R., Elsa, Musadad
A., 2008, Kajian Pengelolaan Limbah
Padat Medis Rumah Sakit, Jakarta
http://leeasfar06.blogspot.com/2010/11/sistem-pengelolaan-sampah-medis-dirumah.html